Take it or leave it
Ketika yang lain bercerita, aku bingung apa yang harus diceritakan dari diriku. Karena aku selalu beranggapan apa yang aku alami layaknya kebanyakan orang pernah mengalami hal yang sama tentang cinta, iya, masalah cinta.
Cinta yang buat kita tersenyum, buat kita nyaman, buat kita semangat, terkadang buat kita lupa kalau kita tidak punya sayap untuk terbang yang akhirnya ketika dijatuhkan merasa sakit. Itulah resiko jika kita menyentuh cinta.
Kalian tentu pernah merasakan jatuh cinta, kalian juga pernah merasakan bagaimana kalian harus membuat keputusan dan kalian harus memilih keputusan yang kalian buat sendiri, tentunya keputusan yang terbaik untuk kalian.
Aku benar-benar merasakan kenyamanan ketika kenal dengannya ketika aku baru masuk dibangku kuliah. Dia satu kampus denganku, satu jurusan, tetapi beda kelas. Aku mengenalnya disaat aku mengikuti kegiatan kampus, begitupun dia yang menjadi peserta sama denganku.
Semakin hari hubungan pertemanan kita semakin dekat, aku dibuat nyaman, aku menyukai apa yang dia sukai, sehingga sedikit demi sedikit timbul rasa sayang. Aku tidak berani mengatakannya, aku takut semua akan berubah jika aku mengatakan padanya sehingga aku memendamnya sendiri, karena dengan cara itu agar aku bisa dekat dengannya. Tetapi wanita mana yang mau hubungannya hanya friendzone terus menerus. Suatu ketika aku memberanikan diri untuk meminta kejelasan padanya, aku berani karena dia pernah mengatakan perasannya padaku, hanya mengatakan, ya mengatakan saja.
Setelah aku meminta kejelasan seperti tersirat nada ragu dalam kalimat yang dia tulis. Dia masih ragu. Aku tidak memaksa dia untuk memberikan status untuk kita, aku hanya ingin dia menjawab yang tegas, iya atau tidak. Dia tetap tidak mau menjawab, dia memberi alasan kalau dia menjawabnya dia takut aku berbeda dari sebelumnya. Alasan yang seperti itu justru jawaban dari pertanyaanku dan kalian tahu jawabannya.
Benar saja semua berubah, aku yang sengaja merubahnya, aku mulai menjauhinya, mulai belajar melepaskan walau sulit. Disaat seperti itu terkadang keegoisan timbul dalam diriku.
Aku menjauhinya bukan untuk melupakan dia, aku ingin mengurangi rasa sayang padanya, menghindari rasa yang dipupuk justru menjadi tak berarti.
Entah berapa bulan aku lost contact dengannya. Aku kira dia sudah benar-benar tak peduli lagi denganku, ternyata ketika aku sakit dia menanyakan keadaanku. Entahlah ini hanya rasa kegeeranku saja atau dia memang khawatir.
Aku mulai menjalin pertemanan lagi dengannya, kita mulai lagi seakan tidak pernah terjadi apa-apa sebelumnya. Rasa sayang itu timbul kembali, betapa ingkarnya diriku ketika aku ingin melupakan perasaan ini. Tapi apa daya jika masing sayang?
Ketika naik ke tingkat 2 kita tetap beda kelas, jadwal kuliah kita benar-benar berbeda. Semakin hilanglah kesempatan untuk bertemu di kampus.
Entah mengapa jurusanku ada mata kuliah akuntansi, karena dulu aku dari ips jadi aku mempunyai bekal untuk mata kuliah ini.
Teman-temanku sewaktu tingkat 1 yang dulunya dari jurusan ipa kurang paham dan meminta bantuanku untuk mengajarinya. Aku mencoba membagi ilmu kepada mereka.
Salah satu temanku laki-laki yang ikut belajar akuntansi sering menghubungi aku lewat sms, bercanda lewat sms, berbalas syair lewat sms, dan aku menganggap semua biasa saja karena memang dari awal sudah nyaman menjadi teman, tapi aku tidak tahu dia menganggapnya seperti apa.
Suatu ketika temanku yang ini main kerumahku, normal seperti biasa kita bercanda, tiba-tiba temanku menyatakan perasaannya padaku, aku shock, aku bingung harus bagaimana, karena dia bilang aku membuat dirinya nyaman ketika didekatku, aku membuatnya tidak fokus ketika belajar akuntansi, dan aku merasa bersalah ketika ada seseorang yang berkata seperti itu tetapi aku tidak bisa membalasnya dengan perasaan yang sama dengannya. Ini semua salahku, jika aku tidak menanggapi smsnya dari awal mungkin semua tidak seperti ini. Aku tidak bisa langsung menjawabnya, aku meminta waktu untuk memikirkannya. Aku tidak bisa tidur karena harus memilih jalan keluar yang mana. Temanku ini baik dan perhatian, dan yang lebih penting dia gentle, karena berani mengatakan perasaanya kepada wanita yang disukainya, tidak peduli aku sedang dekat dengan siapa.
Aku tidak menyama-nyamakan temanku ini dengan dia. Karena mereka benar-benar berbeda.
Aku sudah membuat keputusan, tetapi tidak hanya satu atau dua.
Yang pertama, aku terima, berpura-pura menyayangi orang yang berusaha membuatku bahagia.
Yang kedua, aku terima, melepaskan dia yang benar-benar aku sayang untuk orang yang menyayangi aku.
Yang ketiga, aku tolak, yang justru membuat temanku ini kecewa karena aku lebih memilih menunggu orang yang belum tentu membuat aku bahagia.
Yang keempat, aku menjauhi keduanya.
Aku meminta solusi kepada sahabat-sahabatku, pendapat mereka berbeda. Ada yang bilang "kamu harus menerimanya karena jika menunggu dia hanya buang-buang waktu saja". Pendapat lain "kalau kamu sayang sama yang dulu maka berusaha dan berdoalah, jika kamu bersabar maka kamu akan mendapat hasil yang kamu inginkan, karena memperjuangkan cinta memang tidak mudah". Ada lagi "kebanyakan kalau wanita yang menunggu bakalan sia-sia hasilnya, apalagi orang yang kamu sayang tidak merespon".
Perasaanku makin tak karuan, tibalah hari dimana temanku meminta jawaban. Aku harus terlihat tenang didepannya, dengan tegas aku mengatakan aku tidak bisa menerimanya, hanya senyuman, ketegaran dan kecewa yang terlihat dari raut wajahnya. Aku ingin tetap berteman dengannya, tetapi tidak baginya, saat berpapasan dengannya mungkin temanku sudah tak sudi menyapaku. Entah ini memang pantas balasan untukku atau memang temanku ini butuh waktu untuk melupakan perasannya terhadapku. Aku memakluminya karena aku benar-benar pernah berada diposisinya.
Hubunganku dan temanku semakin memburuk, bahkan kita seperti tidak mengenal.
Begitu juga hubunganku dengan dia, agak merenggang. Sepertinya dia agak bosan ketika chatting denganku. Aku mulai khawatir, aku takut secara perlahan dia menjauhiku. Sebelum ini benar-benar terjadi lebih baik aku bertindak lebih cepat. Bukan, bukan untuk mempertahankannya. Aku lebih memilih untuk mengingat-ingat kesalahan yang pernah dia lakukan, tanpa dia menyadari kesalahannya, yang justru itu membantu aku untuk benar-benar melupakan dia. Karena aku tahu jika dipertahankanpun akan sia-sia jika tidak ada kata saling mempertahankan. Bukankah kata saling mepertahankan ditujukan untuk kedua belah pihak? Bukan aku sepihak.
Mungkin dia heran kenapa aku tiba- tiba menjauhinya untuk yang kesekian kali, karena aku sekarang tidak menunggu untuk disakiti yang kesekian kalinya lalu pergi, tetapi aku memilih pergi sebelum dia menyakiti.
Tentu kalian tahu keputusan mana yang aku ambil.
Nama : Bibit Nur Atikah
Kelas : 2KA19
NPM : 11112456
Nama : Bibit Nur Atikah
Kelas : 2KA19
NPM : 11112456
No comments:
Post a Comment